Integritas pemimpin pada saat krisis diuji oleh keberanian menghadapi masalah yang ada di depannya tanpa mengeluh. Ketika hari-hari terakhir ini kita disuguhi model komunikasi politik Presiden SBY yang terkesan menghindar dari persoalan, saya terkesima saat membuka kembali lembaran naskah pidato Proklamasi RI dari Bung Karno pada 1966 yang berjudul Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah).
Dalam pembukaan pidato tersebut, Soekarno menegaskan di tengah tekanan politik bertubi-tubi menghadangnya, dia tetap menunjukkan dirinya tegak berdiri sebagai presiden Republik Indonesia di hadapan seluruh rakyat. Melalui pidatonya, Bung Karno memperlihatkan bahwa dia tidak lari dari persoalan politik yang dihadapkan kepada dirinya. Dia menjawabnya satu per satu, mulai besarnya anggaran yang dia gunakan untuk merebut Papua sampai persoalan posisi politik dari Supersemar.
Meski pada akhirnya Soekarno tidak dapat mempertahankan kekuasaan, pidato tersebut memberi kesan yang sangat kuat bahwa sebagai presiden, Soekarno tidak mengeluh kepada rakyat atas tekanan politik yang dihadapi. Soekarno berusaha menentramkan hati rakyat bahwa dia masih mampu mengelola kondisi politik di saat krisis. Sejarah mencatat, bagaimana Soekarno memperlihatkan jiwa kesatria, bahkan pada pertempuran politik pada masa akhir kepemimpinannya.
Keutamaan memimpin sebagai presiden seperti inilah yang tengah kita tunggu terkait dengan penyelesaian kasus bailout Century. Komunikasi politik Presiden SBY saat ini yang memperlihatkan kepada publik bahwa dirinya adalah korban yang dizalimi dan menyerahkan tanggung jawab kepada para pembantunya, dapat melunturkan kepercayaan publik. Ketika hal itu terjadi, setidaknya ada tiga langkah komunikasi politik yang seharusnya dilakukan SBY untuk memulihkan integritas pemerintahannya.
Dalam pembukaan pidato tersebut, Soekarno menegaskan di tengah tekanan politik bertubi-tubi menghadangnya, dia tetap menunjukkan dirinya tegak berdiri sebagai presiden Republik Indonesia di hadapan seluruh rakyat. Melalui pidatonya, Bung Karno memperlihatkan bahwa dia tidak lari dari persoalan politik yang dihadapkan kepada dirinya. Dia menjawabnya satu per satu, mulai besarnya anggaran yang dia gunakan untuk merebut Papua sampai persoalan posisi politik dari Supersemar.
Meski pada akhirnya Soekarno tidak dapat mempertahankan kekuasaan, pidato tersebut memberi kesan yang sangat kuat bahwa sebagai presiden, Soekarno tidak mengeluh kepada rakyat atas tekanan politik yang dihadapi. Soekarno berusaha menentramkan hati rakyat bahwa dia masih mampu mengelola kondisi politik di saat krisis. Sejarah mencatat, bagaimana Soekarno memperlihatkan jiwa kesatria, bahkan pada pertempuran politik pada masa akhir kepemimpinannya.
Keutamaan memimpin sebagai presiden seperti inilah yang tengah kita tunggu terkait dengan penyelesaian kasus bailout Century. Komunikasi politik Presiden SBY saat ini yang memperlihatkan kepada publik bahwa dirinya adalah korban yang dizalimi dan menyerahkan tanggung jawab kepada para pembantunya, dapat melunturkan kepercayaan publik. Ketika hal itu terjadi, setidaknya ada tiga langkah komunikasi politik yang seharusnya dilakukan SBY untuk memulihkan integritas pemerintahannya.
Sumber : http://soekarnoinstitut.com/?mod=berita&id=6370
Comments :
0 komentar to “Saatnya Seberani Bung Karno”
Posting Komentar