Selasa, 01 Maret 2011

Wartawan bukan Penjahat

Senin malam ( 7/2-2011) Ali Mukhni, Bupati Pa­dang Pa­riaman, ber­kun­jung ke Kantor Redaksi Harian Haluan di Padang.  Ia mengaku diingatkan pesan Ko­­­lo­­nel (pur) Anas Ma­lik Bupati Padang Pa­riaman priode 1982-1992. “Kalau mau sukses jadi pe­ja­­bat dekatlah dengan wartawan,” ujar Ali mengutip ucapan Anas Malik.
Sebagai Bupati Padang Pariaman yang baru Ali Mukhni pantas meme­gang erat nasehat itu. Maklum Anas Malik dianggap bupati paling sukses sepanjang sejarah Padang Pariaman. Berkat partisipasi war­tawan konsep dan program pem­bangu­nannya mudah dibaca dan gampang dicerna rakyat bahkan jadi kerangka acuan pem­bangunan daerah itu hingga hari ini.
Anas Malik memang menikamti hubu­ngannya dengan wartawan itu. Bukan hanya selama menjabat bupati. Jauh sebelum itu, saat memangku jabatan Kepala Pusat Penerangan Kodam V Jaya (DKI Jakarta), Anas  Malik dikenal sukses berkat kede­katan dengan wartawan.  Dan,  Ali Mukhni tentu juga ingin mendapat berkah dekat dengan wartawan seperti pendahulunya itu.
Cerita orang-orang sukses dan akrab dengan wartawan seperti di atas  agaknya relevan diulang baca pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh pada hari ini, meski banyak lagi contoh pengalaman pejabat negara, tokoh politik, bisnis­men, kalangan akademisi dan pemim­pin informal yang merasakan bagai­mana peran wartawan menyukseskan mereka.
Sebaliknya, banyak pula diantara kepala daerah (bupati/walikota dan gubernur) yang merasa gerah menja­wab pertanyaan atau membaca tulisan dan berita yang ditulis wartawan. Bahkan ada diantaranya yang merasa dijatuhkan dan me­ngang­gap wartawan penjahat. Pa­dahal, kecuali wartawan yang me­nyalahgunakan kewenangan, seperti juga pejabat dan penagak hukum yang menyalahgunakan kekuasaan, tentulah tak patut menye­but warta­wan sebagai penjahat.
Sebab, wartawan menulis hal yang telah terjadi, yang telah dilanggar oleh objek berita. Tak ada pejabat yang “dijatuhkan” wartawan tapi jatuh karena ulah sendiri. Tak ada yang bisa diada-adakan wartawan kecuali sesuatu yang telah ada. Wartawan tak perlu mencari-cari kesalahan orang kecuali kesalahan itu sudah terjadi. Wartawan tak membesar-besarkan hal yang kecil dan menge­cilkan hal yang sudah besar. War­tawan menghargai apa yang patut dihargai, mengoreksi apa yang seharusnya dikoreksi dan mengontrol sesuatu untuk mengingatkan.
Rujukan wartawan dalam me­ngon­trol dan menilai sesuatu  adalah ketentuan perundang-undangan yang berlaku, nilai-nilai agama dan norma sosial budaya yang dianut masyarakat. Setiap  permasalahan dan peristiwa yang terjadi (positif atau negatif) dilihat dari sejauh mana jarak antara apa yang terjadi dan ketentuan perundang-undang itu. Keberpihakan wartawan kepada siapapun termasuk penegak hukum juga dilihat dari  siapa yang paling dekat dengan aturan perundang-unangan dan nilai-nilai sosial budaya itu.
Waratwan yang karena fungsinya yang selalu menyuarakan aspirasi dan kepentingan umum saya mengu­rai kata wartawan sebagai wa = wakil, r=rakyat, ta= tanpa, wan = dewan, wakil rakyat tanpa dewan. Dan “wakil rakyat tanpa dewan” itu gampang didekati dan diakrabi.  Sebagai pekerja komunikasi warta­wan hanya membutuhkan kelancaran komunikasi. Kiatnya sederhana. Berusahalah akrb, tempatkan diri setara, jangan merendahkan/ mele­cehkan /memarahi mereka. Lebih baik beralasan yang logis ketimbang menghindar atau menolak wartawan.
Jika ditanya wartawan,  minta dijelaskan masalah yang akan ditanyakan dan bagian yang harus ditanggapi. Berikan jawaban atau komentar/pendapat yang relevan secara proporsional. Jangan menja­wab dengan menduga-menduga. Terus terang saja bila tak tahu atau tak menguasai. Bicaralah sesuai aturan perundang-undangan, dengan data dan fakta, jika perlu beri pemahaman seluas-luasnya. Jangan berkomentar menantang (kalau memang tak perlu). Berusaha untuk seakan sependapat dengan wartawan. Beri­kan kalimat-kalimat simbolis yang bermakna luas dan penuh hikmah. Kalau dipotret, minta dalam penam­pilan yang baik.
Berangkat dari “aqidah” pers di atas, jika ada pejabat eksekutif, legislatif,  yudikatif atau diantara pemuka masyarakat yang keberatan atau apalagi sampai memusuhi dan menganggap wartawan penjahat pantas diper­tanyakan. Bukankah memusuhi wartawan sama artinya menolak ketentuan perundang-undangan yang berlaku? Bukankah menolak ketentuan yang berlaku sama artinya  ingin berbuat semau­nya, tak mau dikitik dan menjauhi kontrol masyarakat?
Kendati demikian, wartawan bukanlah  orang suci atau selalu merasa benar sendiri. Sebagai manusia yang bekerja dalam putaran waktu dan dalam lingkungan masya­rakat yang dinamis wartawan jelas punya kelemahan, kekhilafan, kelu­paan dan sebagainya. Untuk kele­mahan itu negara pun mem­berikan aturan koreksi, hak jawab dan hak bantah.
Seandainya semua pihak menya­dari posisi dan fungsi masing-masing tentulah tak akan ada yang menjauhi, memusuhi apalagi sampai mencap wartawan sebagai penjahat.  Pada peringatan HPN kali inipun pesan Hasan Basri Durin, mantan Menteri Agararia kepada almarhum sastrawan A.A. Navis agaknya pantas dire­nungkan. “Jika orang/pers menyorot jabatan seorang pejabat, katanya,  itu pertanda orang peduli dengan tugas-tugas kita. (*)
FACHRUL RASYID HF

Comments :

0 komentar to “Wartawan bukan Penjahat”

KOLOM IKLAN

KOLOM IKLAN
Spesifikasi Dendeng Batokok

Dijual Cepat 10 unit Komputer Bekas

Spesifikasi : HD SEAGATE BARRACUDA 250GB 7.2K RPM SATA II / 300. VP DIMM 1 GB DDR2. SDRAM 800MHZ 16IC. Processor 2,7 Ghz (E5400).MB NEXT Chipset Intel NG41.Keyboard + Mouse.LCD Acer 16".Rp. 25 jt Bebas biaya Instalasi (Nego).BONUS.HUB 16 port.Headset.Stavol 500 Volt.UPS ICA.Printer Canon.Card Reder.Tang kriping tool.Mouse Pad.USB hub segitaga 4 port.Speker Aktif Simbada.Kabel Bulden.

KOLOM IKLAN

KOLOM IKLAN
Hub. 0852 74 207 501