Senin malam ( 7/2-2011) Ali Mukhni, Bupati Padang Pariaman, berkunjung ke Kantor Redaksi Harian Haluan di Padang. Ia mengaku diingatkan pesan Kolonel (pur) Anas Malik Bupati Padang Pariaman priode 1982-1992. “Kalau mau sukses jadi pejabat dekatlah dengan wartawan,” ujar Ali mengutip ucapan Anas Malik.
Sebagai Bupati Padang Pariaman yang baru Ali Mukhni pantas memegang erat nasehat itu. Maklum Anas Malik dianggap bupati paling sukses sepanjang sejarah Padang Pariaman. Berkat partisipasi wartawan konsep dan program pembangunannya mudah dibaca dan gampang dicerna rakyat bahkan jadi kerangka acuan pembangunan daerah itu hingga hari ini.
Anas Malik memang menikamti hubungannya dengan wartawan itu. Bukan hanya selama menjabat bupati. Jauh sebelum itu, saat memangku jabatan Kepala Pusat Penerangan Kodam V Jaya (DKI Jakarta), Anas Malik dikenal sukses berkat kedekatan dengan wartawan. Dan, Ali Mukhni tentu juga ingin mendapat berkah dekat dengan wartawan seperti pendahulunya itu.
Cerita orang-orang sukses dan akrab dengan wartawan seperti di atas agaknya relevan diulang baca pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh pada hari ini, meski banyak lagi contoh pengalaman pejabat negara, tokoh politik, bisnismen, kalangan akademisi dan pemimpin informal yang merasakan bagaimana peran wartawan menyukseskan mereka.
Sebaliknya, banyak pula diantara kepala daerah (bupati/walikota dan gubernur) yang merasa gerah menjawab pertanyaan atau membaca tulisan dan berita yang ditulis wartawan. Bahkan ada diantaranya yang merasa dijatuhkan dan menganggap wartawan penjahat. Padahal, kecuali wartawan yang menyalahgunakan kewenangan, seperti juga pejabat dan penagak hukum yang menyalahgunakan kekuasaan, tentulah tak patut menyebut wartawan sebagai penjahat.
Sebab, wartawan menulis hal yang telah terjadi, yang telah dilanggar oleh objek berita. Tak ada pejabat yang “dijatuhkan” wartawan tapi jatuh karena ulah sendiri. Tak ada yang bisa diada-adakan wartawan kecuali sesuatu yang telah ada. Wartawan tak perlu mencari-cari kesalahan orang kecuali kesalahan itu sudah terjadi. Wartawan tak membesar-besarkan hal yang kecil dan mengecilkan hal yang sudah besar. Wartawan menghargai apa yang patut dihargai, mengoreksi apa yang seharusnya dikoreksi dan mengontrol sesuatu untuk mengingatkan.
Rujukan wartawan dalam mengontrol dan menilai sesuatu adalah ketentuan perundang-undangan yang berlaku, nilai-nilai agama dan norma sosial budaya yang dianut masyarakat. Setiap permasalahan dan peristiwa yang terjadi (positif atau negatif) dilihat dari sejauh mana jarak antara apa yang terjadi dan ketentuan perundang-undang itu. Keberpihakan wartawan kepada siapapun termasuk penegak hukum juga dilihat dari siapa yang paling dekat dengan aturan perundang-unangan dan nilai-nilai sosial budaya itu.
Waratwan yang karena fungsinya yang selalu menyuarakan aspirasi dan kepentingan umum saya mengurai kata wartawan sebagai wa = wakil, r=rakyat, ta= tanpa, wan = dewan, wakil rakyat tanpa dewan. Dan “wakil rakyat tanpa dewan” itu gampang didekati dan diakrabi. Sebagai pekerja komunikasi wartawan hanya membutuhkan kelancaran komunikasi. Kiatnya sederhana. Berusahalah akrb, tempatkan diri setara, jangan merendahkan/ melecehkan /memarahi mereka. Lebih baik beralasan yang logis ketimbang menghindar atau menolak wartawan.
Jika ditanya wartawan, minta dijelaskan masalah yang akan ditanyakan dan bagian yang harus ditanggapi. Berikan jawaban atau komentar/pendapat yang relevan secara proporsional. Jangan menjawab dengan menduga-menduga. Terus terang saja bila tak tahu atau tak menguasai. Bicaralah sesuai aturan perundang-undangan, dengan data dan fakta, jika perlu beri pemahaman seluas-luasnya. Jangan berkomentar menantang (kalau memang tak perlu). Berusaha untuk seakan sependapat dengan wartawan. Berikan kalimat-kalimat simbolis yang bermakna luas dan penuh hikmah. Kalau dipotret, minta dalam penampilan yang baik.
Berangkat dari “aqidah” pers di atas, jika ada pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif atau diantara pemuka masyarakat yang keberatan atau apalagi sampai memusuhi dan menganggap wartawan penjahat pantas dipertanyakan. Bukankah memusuhi wartawan sama artinya menolak ketentuan perundang-undangan yang berlaku? Bukankah menolak ketentuan yang berlaku sama artinya ingin berbuat semaunya, tak mau dikitik dan menjauhi kontrol masyarakat?
Kendati demikian, wartawan bukanlah orang suci atau selalu merasa benar sendiri. Sebagai manusia yang bekerja dalam putaran waktu dan dalam lingkungan masyarakat yang dinamis wartawan jelas punya kelemahan, kekhilafan, kelupaan dan sebagainya. Untuk kelemahan itu negara pun memberikan aturan koreksi, hak jawab dan hak bantah.
Seandainya semua pihak menyadari posisi dan fungsi masing-masing tentulah tak akan ada yang menjauhi, memusuhi apalagi sampai mencap wartawan sebagai penjahat. Pada peringatan HPN kali inipun pesan Hasan Basri Durin, mantan Menteri Agararia kepada almarhum sastrawan A.A. Navis agaknya pantas direnungkan. “Jika orang/pers menyorot jabatan seorang pejabat, katanya, itu pertanda orang peduli dengan tugas-tugas kita. (*)
FACHRUL RASYID HF
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
KOLOM IKLAN

Spesifikasi Dendeng Batokok
Dijual Cepat 10 unit Komputer Bekas
Spesifikasi : HD SEAGATE BARRACUDA 250GB 7.2K RPM SATA II / 300. VP DIMM 1 GB DDR2. SDRAM 800MHZ 16IC. Processor 2,7 Ghz (E5400).MB NEXT Chipset Intel NG41.Keyboard + Mouse.LCD Acer 16".Rp. 25 jt Bebas biaya Instalasi (Nego).BONUS.HUB 16 port.Headset.Stavol 500 Volt.UPS ICA.Printer Canon.Card Reder.Tang kriping tool.Mouse Pad.USB hub segitaga 4 port.Speker Aktif Simbada.Kabel Bulden.
KOLOM IKLAN

Hub. 0852 74 207 501
Comments :
0 komentar to “Wartawan bukan Penjahat”
Posting Komentar